Minggu, 22 April 2012

ONTOLOGI


ONTOLOGI

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

FILSAFAT UMUM
 








Disusun oleh kelompok 6 / Kelas TI.D

FARID MIFTAHUL AZIS                               210911133 (Pemateri)
DANANG GHUFRON ANAJI                                    210911136 (Notulis)
MUHAMMAD AFTON            M                               210911142 (Moderator)

Dosen Pengampu :
Drs. WARIS

JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONOROGO

APRIL 2012

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah berkat rahmat, taufik serta hidayah dari Allah SWT, kami dapat menyelesaikan tugas makalah Filsafat Umum dari Bapak Waris dengan lancar. Serta tidak lupa sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi pemberi teladan bagaimana mentransformasikan ide dan gagasan pada orang lain sehingga mudah diterima.
            Makalah ini kami susun supaya kita dapat mengerti    dan paham tentang salah satu materi filsafat Umum. Makalah ini dengan judul “Ontologi” memberi gambaran tentang  ilmu keberadaan seseuatu , serta sebagaimana wacana agar kita dapat mengerti akan bagaimana sesuatu itu ada dan terwujud, yang mungkin sebagian dari kita banyak yang belum mengetahuinya.

            Makalah ini disusun dan ditulis berdasarkan referensi dari berbagai buku rujukan. Selain itu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Umum, makalah ini kami susun sebagai bahan acuan bagi Mahasiswa dalam menghadapi UTS dan UAS di lingkungan akademik kampus STAIN Ponorogo.
            Demikian maksud dan tujuan penulisan makalah ini. Sebagai penutup penulis sangat mengharapkan tanggapan dan masukan-masukan dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.




Ponorogo, 4 April 2012





Penyusun


DAFTAR ISI

Halaman Sampul________________________________________________________        i
Kata Pengantar_________________________________________________________        ii
Daftar Isi______________________________________________________________        iii

BAB I
PENDAHULUAN______________________________________________________        1
A.    Latar Belakang___________________________________________________        1
B.     Rumusan Masalah ________________________________________________        1

BAB II
PEMBAHASAN_______________________________________________________        2
1.      Pengertian ontologi________________________________________________        3
2.      Sejarah munculnya ontologi_________________________________________        3
3.      Aliran-aliran ontologi______________________________________________        4
4.      Metode dalam onlogi______________________________________________        8
5.      Manfaat mempelajari ontologi_______________________________________        8

BAB III
KESIMPULAN________________________________________________________        9

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam makalah ini akan memaparkan tentang cabang-cabang dalam filsafat, yang salah satunya adalah ontologi, cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuakan pengetahuan. 
Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya). Oleh karena itu kami akan membahas materi ontologi tersebut.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah ontologi itu?
2.      Bagaimana sejarah munculnya ontologi itu?
3.      Berapa aliran dalam ontologi?
4.      Ada berapa metode dalam ontogi?
5.      Apa manfaat mempelajari ontologi?




BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Ontologi
Ontologi : Inggris Ontology ; dari Yunani On, ontos (ada, keberadaan) logos (studi, ilmu tentang). Arab : nadzariat Alwujud
Beberapa pengertian Ontologi:
a)      Cabang filsafat yang menggeluti tata dan struktur realitas dalm arti seluas mungkin, yang menggunakan katagori-katagori seperti : ada/menjadi, aktualitas/potensialitas, nyata/tampak, perubahan, waktu eksistensi/noneksistensi, esensi, keniscayaan yang-ada sebagai yang-ada, ketergantungan pada diri sendiri, hal mencukupi diri sendiri, hal-hal terahir dan dasar.[1]
b)      Cabang filsafat yang mencoba, a). Melukiskan hakekat Ada yang terahir (yang satu, yang  absolut, bentuk abadi sempurna). b). Menunjukkan bahwa segala hal tergantung padanya bagi eksistensinya, c). Menghubungkan pikiran dan tindakan manusia yang bersifat individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu.[2]
c)      Cabang filsafat, a). Yang melontarkan pertanyaan “Apa arti “Ada”, “berada”?”  yang menganalisis bermacam-macam makna yang memungkinkan hal-hal dapat dikatakan “ada”, “benda”.
d)     Cabang filsafat yang, a). Menyelidiki status realitas suatu hal (misalnya. “Apakah objek persepsi kita nyata atau bersifat ilusif? ”apakah bilangan itu nyata ?” “apakah pikiran itu nyata?” b). Menyelidiki jenis relitas yang dimiliki hal-hal (misalnya, apa jenis relitas yang dimiliki bilangan? Persepsi? Pikiran?”) c). Yang menyelidiki realitas yang menentukan apa yang menentukan apa yang kita sebut “realitas” dan/atau “ilusi” (misalnya. “apakah realitas – atau ciri ilusif – suatu pikiran atau obkek tergantung pada pikiran kita, pada suatu sumber eksternal yang indepanden.[3]
e)      Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).[4]

2.      Sejarah munculnya Ontologi
            Istilah “ontologi” muncul sekitar pertengahan abad ke-17 juga pada waktu itu ungkapan filsafat mengenai yang-ada (philosopia entis) digunakan dalam hal yang sama. Menurut akar kata Yunani, Ontologi berarti : teori mengenai ada yang berada. Karena itu, orang bisa menyamakan ontologi dengan filsafat pertama Aristoteles, yang kemudian disebut metafisika (murni atau umum). Namun, pada kenyataannya ontologo hanya merupakan bagian pertama metafisika. Yakni, teori mengenai yang-ada, yang berada secara terbatas sebagaimana adanya dan apa yang secara hakiki dan secara langsung  termasuk ada tersebut. Sebagaimana diketahui Aristoteles dan Thomas pada zaman dulu, studi mengenai eksistensi dan studi mengenai Allah merupakan satu ilmu saja. Karena problem tentang Allah hanya merupakan problem tentang eksistensi yang dikembangkan secara lebih maju. Dan problem yang disebutkan terakhir ini tidak lain dari pada problem tentang Allah yang lebih maju. Namun, karena  eksistrensi dan Allah memisahkan diri satu dari yang lain sebagai dua kutub, mungkinlah untuk terutama berkonsentrasi pada eksistensi. Dan karena itu kita tiba pada pada ilmu tentang ontologi.
            Karena ontologi menjadi suatu cabang khusus pengetahuan-teristimewa melalui karya Christian Wolff – hubungan antara eksistensi dan Allah dalam pemikiran moderen menjadi sangat berbelit-belit. Kant membuang sekaligus pengetahuan tentang Allah dan pengetahuan mengenai eksistensi, karena dalam pandanganya eksistensi tidak bisa diketahui. Dia melihat dalam kesadaran manusia kenyataan terakhir.  Segala sesuatu lainya harus ditelusuri kembali pada kenyataan terakhir. Bertentangan dengan Kant, dalam abad ke-20 telah tumbuh suatu ontologi baru yang berasal dari neo-Kantianisme dan filsafat eksistensial – sebuah ontologi yang sekali lagi mengambil eksistensi sebagai yang terakhir. Demikian pula, Nikolai Hartmann menutup pintu ontologisnya bagi gagasan tentang Allah dan eksistensi yang dianggap Heidegger sebagai dasar eksisten terbatas yang seluruhnya tetap tidak dapat dijelaskan. Apa yang dituntut dari ontologi pada masa kini adalah; menjelaskan dan menilai pemikiran awal ini; mengatasi semua hambatan rasionalistis dan rintangan Kant.
            Pada taraf yang lebih dalam, nama “ontologi” menunjukkan   hubungan antara eksisten dan roh. Karena roh tampak sebagai tempat dari eksisten sebagaimana adanya atau di dalam eksistensinya, eksisten mewujudkan dirinya. Karena itu roh muncul sebagai jenis eksistensi primordial di mana eksistensi sunguh-sungguh merupakan dirinya sendiri, dan hadir sebagai dirinya sendiri.  Karena itu, semakin suatu eksisten mendekati roh atau merupakan roh, semakin tinggi pula tingkatan/skala eksistensi-eksistensi itu. Dalam tahun-tahun belakangan ini terdapat kencenderungan untuk semakin lama semakin memisahkan eksistensi dari roh dan tidak adanya roh telah dianjurkan sebagai ukuran tungkatan eksistensi (sartre).[5]


3.       Aliran-aliran Ontologi
Dalam mempelajari ontologi muncul beberapa pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi. Pertanyaan itu berupa “Apakah yang ada itu? (What is being?)”, “Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)”, dan “Dimanakah yang ada itu? (What is being?)”.
Apakah yang ada itu? (What is being?)
Dalam memberikan jawaban masalah ini lahir lima filsafat, yaitu sebagai berikut :
  1. Aliran Monoisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
A.    Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang merupakan asal kejadian alam.
B.     Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.[10] Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
2.      Aliran Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini.
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Ini tercantum dalam bukunya Discours de la Methode (1637) dan Meditations de Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan metodenya yang terkenal dengan Cogito Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian Doubt). Disamping Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M).
3.      Aliran Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.
4.      Aliran Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (485-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu dunia di belakang atau di atas dunia di mana ia hidup.
5.      Aliran Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos, yang berarti unknown. A artinya not, gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun ruhani. [6]
4.      Metode dalam Ontologi
Lorens bagus memperkenalkan 3 tingkat abstraksi dalam Ontologi yaitu: abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas suatu objek. Sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metafisik mengetengahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau Ontologi adalah abstraksi metafisik.[7]
5.       Manfaat mempelajari ontologi
Ontologi yang merupakan salah satu kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut:
  1. Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran yang ada.
  2. Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi.
  3. Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika.[8]

BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti teori tentang keberadaan sebagai keberadaan. Pada dasarnya, ontologi membicarakan tentang hakikat dari sutu benda/sesuatu. Hakikat disini berarti kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang sementara, menipu, dan berubah). Misalnya, pada model pemerintahan demokratis yang pada umumnya menjunjung tinggi pendapat rakyat, ditemui tindakan sewenang-wenang dan tidak menghargai pendapat rakyat. Keadaan yang seperti inilah yang dinamakan keadaan sementara dan bukan hakiki. Justru yang hakiki adalah model pemerintahan yang demokratis tersebut.
Dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme. Monoisme adalah paham yang menganggap bahwa hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal sesuatu itu bisa berupa materi (air, udara) maupun ruhani (spirit, ruh). Dualisme adalah aliran yang berpendapat bahwa asal benda terdiri dari dua hakikat (hakikat materi dan ruhani, hakikat benda dan ruh, hakikat jasad dan spirit). Pluralisme adalah paham yang mengatakan bahwa segala hal merupakan kenyataan. Nihilisme adalah paham yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Dan agnostisisme adalah paham yang mengingkari terhadap kemampuan manusia dalam mengetahui hakikat benda.
Jadi, dapat disimpulakan bahwa ontologi meliputi hakikat kebenaran dan kenyataan yang sesuai dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari perspektif filsafat tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu. Adapun monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologi yang pada akhirnya menentukan pendapat dan kenyakinan kita masing-masing tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu.
DAFTAR PUSTAKA
Faruk, Ahmad. Filsafat Umum, Ponorogo : STAIN Ponorogo Press, 2009.
Muhadjir, Noeng. Filsafat Ilmu, Yogyakarta : Rake Sarasin, 1998.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi diakses pada tanggal 3 April 2012




[1] Ahmad faruk, Filsafat Umum,(Ponorogo : STAIN Ponorogo Press,2009). hal.72- 72
[2] Ibid
[3] Ibid
[5] Ahmad faruk, Op. cit.  hal.78-80
[6] http://blog.uin-malang.ac.id/nita/2011/01/25/ontologi-dalam-filsafat-ilmu/
[7] Noeng muhadjir, Filsafat Ilmu, (Ponorogo: Rake Sarasin, 1998) hal. 50


Tidak ada komentar:

Posting Komentar