Rabu, 11 April 2012

Ilmu kalam SMT 2


POKOK dan DASAR-DASAR ILMU KALAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ilmu Kalam


Dosen Pengampu:
Hj. Siti Aminah Sahal

Oleh:
Suryadi                                               21.09.11.129
Puput Nur’aini                                  21.09.11.130
Binti Wahidatul Muna                      21.09.11.131
Rozaq                                                 21.09.11.132
Farid Miftahul Aziz                          21.09.11.133
Imroatul Mufida                               21.09.11.134


JURUSAN TARBIYAH
KELAS TI.D
PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sepeninggalnya Rasulullah, terjadi perbedaan pendapat tentang pengganti Rasullullah, sehingga diadakan musyawarah untuk memilih pemimpin selanjutnya. Setelah kepemimpinan dua khalifah, tepatnya pada masa kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib terjadi perang perebutan kekuasaan yang menyebabkan umat Islam terpecah menjadi golongan Syiah dan Khawarij. Dari perpecahan tersebut menimbulkan banyak golongan dalam Islam. Setiap golongan memiliki pandangan berbeda tentang keyakinan berdasarkan logika mereka masing-masing.
Dari berbagai timbulnya golongan tersebut maka  munculah ilmu kalam. Pada makalah ini penulis akan membahas tentang pokok dan dasar-dasar ilmu kalam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian ilmu kalam?
2.      Apa sumber dan kajian ilmu kalam?
3.      Apa hal-hal yang mempengaruhi ilmu kalam?
4.      Bagaimana hubungan ilmu kalam dengan ilmu yang lainnya?










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ilmu Kalam
      Secara bahasa kalam berarti perkataan sedikit atau banyak yang dapat digunakan untuk setiap bentuk pembicaraan (likulima yatakalamu bihi)atau ekspresi suara. Secara istilah ilmu kalam adalah ilmu yang mempelajari kepercayaan Islam dan ketetapannya di dasarkan pada dalil yang qath’i (dalil yang sudah benar) dari Al-Quran dan As-sunah.
      Menurut Al-Ghazali, Ilmu kalam adalah ilmu yang dimaksudkan untuk menjaga akidah ahlu sunnah dam memeliharanya dari gangguan bid’ah[1]
Menurut Musthafa Abdul Raziq, ilmu kalam adalah ilmu yang berkaitan dengan akidah imani yang dibangun di atas argumentasi-argumentasi rasional. Atau ilmu yang berkaitan dengan akidah islami yang bertolak atas bantuan nalar
      Sementara itu, Al-Farabi mendefinisikan ilmu kalam sebagai berikut :
اَلْكَلَامُ عِلْمُ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ ذَاتِ اللهِ تَعَا لَى وَصِفَا تِهِ وَأحَوَالِ الْمُمْكِنَا تِ مِنَ الْمَبْدِا ءِ وَالْمَعَا دِ عَلَى قَنُوْنِ الإِسْلَامِ وَالقَيْدِ الْاَخِيْرِ لِإِخْرَجِ الْعِلْمِ الْإِ لَهِيِّ لِلْفَلَا سِفَةِ 
Artinya :
Ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahasa Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berdasarkan doktrin Islam. Stressing akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis
            Dari beberapa pengertian di atas ilmu kalam dapat diartikan ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat.
B.     Sumber dan Kajian Ilmu Kalam
Sumber-sumber ilmu kalam adalah sebagai berikut:
1.      Al-Quran
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Quran banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan di antaranya adalah:[2]
a)      Q.S Al Ikhlas (112): 3-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang tampak sekutu (sejajar) dengan-Nya.
b)      Q.S Asy-Syura (42): 7.Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyerupai apapun di dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
c)      Q.S Al-Furqan (25): 59. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan yang Maha Penyayang bertahta di atas arsy. Ia pencipta langit, bumi dan semua yang ada diantara keduanya.
d)     Q.S Al-Fath (48): 10. Ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai “tangan” yang selalu berada di atas orang-orang yang ,elakukan sesuatu selama mereka berpegang teguh pada janji Allah.
e)      Q.S Thaha (20): 39. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “mata” yang selalu digunakan untuk mengawasi seluruh gerak, termasuk gerakan hati mahluk-Nya.
f)       Q.S Ar-Rahman (55): 27. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “wajah” yang tidak rusak selama-lamanya.
g)      Q.S. An-Nisa’ (4): 125. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan menurunkan aturan berupa agama. Seseorang akan dikatakan telah melaksanakan aturan agama apabila melaksanakannya dengan ikhlas karena Allah.
h)      Q.S. Luqman (31): 22. Ayat ini menunjukkan bahwa orng yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah disebut sebagai orang muhsin.
i)        Q.S. Ali Imran (3): 83. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan adalah tempat kembali segala sesuatu, baik secara terpaksa maupun secara sadar.
j)        Q.S. Ali Imran (3): 84-85. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhanlah yang menurunkan petunjukjalan kepada para nabi.
k)      Q.S. Al-Anbiya (21): 92. Ayat ini menunjukkan bahwa manusia dalam berbagai suku, ras atau etnis dan agama apapun adalah umat Tuhan yang satu. Oleh sebab itu, semua umat, dalam kondisi dan situasi apapun harus mengarahkan pengabdianya hanya kepada Allah.
l)        Q.S. Al-Hajj (22): 78. Ayat ini menunjukkan bahwa seseorang yang melakukan suatu kegiatan yang sungguh-sungguh akan dikatakan sebagai “jihad” kalau dilakukannya karena Allah SWT semata.
Ayat-ayat di atas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensinTuhan. Hanyan saja, penjelasan rincinya tidak ditemukan. Oleh sebab itu, para ahli berbeda pendapat dalam menginterpretasikan rinciannya.  
2.      Hadis
Dalam hadis Nabi banyak dibicarakan masalah-masalah yang dibahas  dalam ilmu kalam. Salah satunya adalah hadis yang kemudian dipahami sebagian ulama tentang prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam.
“Hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Akan menimpa umatku apa yang pernah menimpa Bani Israil. Bani Israil telah terpecah-belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah-belah menjadi 73 golongan. Semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan saja, “Siapa mereka itu wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Rasulullah menjawab, ‘Mereka adalah yang mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku.
Keberadaan Hadis yang berkaitan dengan perpecahan umat seperti tersebut di atas, pada dasarnya merupakan prediksi Nabi dengan melihat yang tersimpan dalam hati para sahabatnya. Oleh sebab itu, sering dikatakan bahwa Hadis seperti itu lebih dimaksudkan sebagai peringatan bagi para sahabat dan umat Nabi tentang bahayanya perpecahan dan pentingnya persatuan.
3.      Pemikiran Manusia
Pemikiran manusia dalam hal ini, baik berupa pemikiran umat Islam sendiri atau yang berasal dari luar umat Islam.
Sebelum filsafat Yunani masuk dan berkembang di dunia Islam, umat Islam sendiri telah menggunakan pemikiran rasionalnya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-Quran, terutama yang belum jelas maksudnya. Keharusan menggunakan rasio ternyata mendapat pijakan dari ayat Al-Quran, diantaranya.
            ŸŸxsùr& tbr㍭/ytGtƒ šc#uäöà)ø9$# ôQr& 4n?tã A>qè=è% !$ygä9$xÿø%r& ÇËÍÈ
            Artinya:
            “Maka apakah mereka tidak memperlihatkan Al-Quran ataukah hati mereka terkunci”
(Q.S. Muhammad [47]: 24)
            Adapun sumber ilmu kalam berupa pemikiran yang berasal dari luar Islam dapat diklasifikasikan dalam dua kategori. Pertama, pemikiran nonmuslim yang telah menjadi peradapan lalu ditransfer dan diasimilasikan dengan pemikiran umat islam. Proses transfer dan asimilasi ini dapat dimaklumi karena sebelum islam masuk dan berkembang, dunia Arab (Timur Tengah) adalah suatu wilayah tempat diturunkannya agama-agami samawi lainnya. Agama-agama itu beberapa kali diturunkan Allah SWT. Di dunia Arab antara lain disebabkan masyarakatnya dikenal suka ingkar pada kebenaran dan suka berbuat hiprokit. Oleh sebab itu, secara kultural, mereka adalah orang-orang yang suka menyelewengkan kebenara Tuhan, sehingga pantas kalau setiap kali terjadi penyelewengan selalu terjadi degradasi nilai-nilai kemanusiaan yang sangat memilukan.
            Kedua, berupa pemikiran-pemikiran non-muslim yang bersifat akademis, seperti filsafat (terutama dari Yunani), sejarah dan sains.[3]
4.      Insting
Secara instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama di kalangan orang-orang primitif. Tylor justru mengatakan bahwa aninisme-anggapan adanya kehidupan pada benda-benda mati meprupakan asal-usul kepercayaan adanya Tuhan. Adapun Spencer mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap enek moyang merupakan bentuk ibadah yang paling tua. Keduanya menganggap bahwa aninisme dan pemujaan terhadap nenek moyang sebagai asal-usul kepercayaan dan ibadah tertua terhadap Tuhan yang Maha Esa[4]
C.     Hal-Hal yang Mempengaruhi Perkembangan Ilmu Kalam
Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan ilmu kalam, yaitu:
1.      Pengaruh yang Bersumber dari Kaum Muslimin (Faktor Internal)
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam yaitu berasal dari Al-Quran dan A- Hadis. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi munculnya ilmi kalam antara lain:
a.       Dorongan dan Pemahaman Al-Quran
Al-Quran dalam konteks ayat-ayat yang menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah adalah orang-orang yang berakal yang selalu merenungi ayat-ayat-Nya. Dengan demikian, orang-orang yang sesat adalah  mereka yang tidak menggunakan akalnya. Harun Nasuton memberikan contoh dari rincian ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk menggunakan akalnya, sebagaimana berikut ini:
1)      Nazara, melihat secara abstrak dalam arti berpikir dan merenungkan. Ayat yang menggunakan kata ini antara lain: Surat Qaf ayat 6 dan Surat Ath-Thariq ayat 5
2)      Tadabbara, dalam arti merenungkan sebagaimana terdapat dalam beberapa ayat, antara lain Surat Shad ayat 29 dan Surat Muhammad ayat 24
3)      Tafakkara, dalam arti berpikir. Terdapat dalam Surat An-Nahl ayat 69 dan Surat Al-Jatsiah ayat 13
4)      Faqiha, yang berarti mengerti atau paham, terdapat pada Surat Al-Isra ayat 44
5)      Tazakkara, yang berarti mengingat, memperhatikan atau mempelajari. Terdapat pada Surat An-Nahl ayat 17 dan Ad-Dzariyat ayat 49
6)      Fahima, yang artinya memahami dalam bentuk fahama, terdapat pada Surat Al-Anbiya ayat 79
Di samping itu, Al-Quran banyak menyinggung dan membantah golongan-golongan atheis, musyrikin dan mereka yang tidak mengakui keputusan Nabi. Adapun ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan masalah itu antara lain Surat Al-Jatsiyah ayat 24, Surat Al- An’am ayat 74-76 dan Surat Al-Isra ayat 94.
b.      Persoalan Politik
Faktor politik dapat memunculkan mahdzabmahdzab pemikiran lingkungan umat Islam, khususnya pada awal perkembangannya. Maka persoalan imamah (khilafain) menjadi persoalan tersendiri dan khas yng menyebabkan perbedaan pendapat bahkan perpecahan di lingkungan umat Islam.
c.       Peristiwa Majelis Tahkim
Setelah peristiwa majelis tafkim, muncul aliran-aliran pemikiran dalam Islam, yakni Khawarij dan Syiah.
2.      Pengaruh yang Datang dari Luar (Faktor Eksternal)
a.               Banyak pemeluk agama Islam yang mula-mula beragama yahudi, masehi dan lain-lain, setelah pikiran mereka tenang dan sudah teguh memegang Islam, mereka mulai mengingat-ingat agama mereka yang dulu dan dimasukkannya dalam agama Islam
b.               Golongan Islam yang dulu, terutama golongan mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran agama Islam dan membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi Islam. Mereka tidak bisa menghadapi lawan-lawannya jika mereka sendiri tidak mengetahui pendapat lawan-lawanya beserta dalil-dalilnya. Sehingga kaum muslimin memekai filsafat untuk menghadapi musuh-musuhnya.
c.               Para mutakallimin ingin mengimbangi lawan-lawanya yang menggunakan filsafat dengan mempelajari logika dan filsafat dari segi ketuhanan.
D.    Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu yang Lainnya
1.      Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Filsafat
a)      Persamaan Ilmu Kalam dan Ilmu Filsafat
Ilmu kalam dan filsafat mempunyai kemiripan obyek kajian. Obyek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-nya. Obyek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah alam, manusia dan segala sesuatu yang ada.
Menurut argumen filsafat ilmu kalam dibangun di atas dasar logika. Oleh karena itu, hasil kajiannya bersifat spekulatif (dugaan yang tidak bisa dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimental). Kerelatifan logika menyebabkan beragamnya kebenaran yang dihasilkan, baik ilmu kalam maupun filsafat berkaitan dengan hal yang sama yaitu kebenaran.
b)      Perbedaan Ilmu Kalam dan Ilmu Filsafat
Perbedaan antara ilmu kalam dan ilmu filsafat terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam sebagai ilmu yang menggunakan logika (aqliyah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis) dan argumentasi naqliyah yang berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika (jadilah) atau dialog keamanan. Sementara filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal (mengakar)dan integral (menyeluruh) serta universal (mendalam) dan terikat logiaka. Berkenaan dengan keragaman kebenaran yang dihasilkan oleh kerja logika maka di dalam filsafat dikenal dengan yang disebut:
Kebenaran korespodensi         : Persesuaian antara suatu pernyataan fakta dan data itu sendiri.Tidak sesuai dengan apa yang ada dalam rasio dan alam nyata
Kebenaran koherensi               : Kesesuaian antara suatu pertimbangan baru dan suatu pertimbangan yang telah diakui kebenarannya secara umum dan permanen. Tidak sesuai dengan kebenaran ulama umum.
Kebenaran pragmatik              : Sesuatu yang bermanfaat (utility) dan mungkin dapat dikerjakan dengan dampak yang memuaskan. Tidak terlihat manfaat nyata dan sulit untuk dikerjakan.[5]
2.      Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Tasawuf
Ilmu kalam sebagaimana sudah disebutkan terdahulu merupakan dislipin ilmu keislaman yang mengedepankan peembicaraan tentang persoalan kalam Tuhan, ini biasanya mengarah pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi baik aqliyah maupun naqliyah. Pembicaraan materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniyah. Sebagai contoh, ilmu kalam menerangkan bahwa Allah bersifat sama’(mendengar), basrah (melihat) dll. Namun ilmu kalam tidak menjelaskan bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mwendengar dan melihatnya. Disinilah peran tasawuf yang biasanya membicarakan tentang penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan.
         Pada ilmu kalam ditentukan pembahasan tentang iman dan definisi, kekufuran dan manifestasinya serta kemunafikan dan batasannya. Adapun pada ilmu tassawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk menyelamatkan diri dari kemunafikan. Tidaklah cukup bagi seorang yang mengetahui batasan-batasannya. Hal itu karena terkadang seorang yang tahu batasan-batasan kemunafikan namun tetap melaksanakan.[6]

















BAB III
KESIMPULAN

1.      Ilmu kalam merupakan ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat.
2.      Sumber dan kajian materi ilmu kalm diperoleh dari Al-Quran, hadist, pemikiran manusia dan insting
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi ilmu kalam berasal dari dari faktor internal dan eksternal.
4.      a. Persamaan ilmu kalam, filsafat dan tasawuf terletak pada obyek kajian.
b. Perbedaan ilmu kalam, filsafat dan tasawuf terletak pada metodologi.


                       





DAFTAR PUSTAKA

Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung : CV Pustaka Setia, 2011
Miftakhuddin, Ilmu Kalam, Ponorogo : Darul Huda, 2008







[1]Miftahudin, Ilmu Kalam (Ponorogo:MA Darul Huda,2008), hlm 1
[2]Ibid,hlm 15-17
[3]Ibid,hlm 21-26
[4]Ibid,hlm 26-27
[6]Miftahudin, Ilmu Kalam (Ponorogo:MA Darul Huda,2008), hlm 20-21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar